Tugas Mandiri Dosen Pembimbing
Bantuan Hukum Febri Handayani, SHI.MH
SEJARAH BANTUAN HUKUM DAN
PENGATURAN BANTUAN HUKUM OLEH POKROL
Oleh :
M.
SUTRISNO
11027101200
JURUSAN ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN SYARIF
KASIM RIAU
TAHUN 2012/2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Profesi advokat lahir dari masyarakat untuk masyarakat yang
di dorong oleh hati nuraninya untuk berkiprah menegakkan hukum dan keadilan
serta mewujudkan supermisi hukum untuk semua aspek kehidupan. Profesi
advokat/penasehat hukum adalah profesi yang mulia dan terhormat (offium
nobile), menjalankan tugas pekerjaan menegakkan hukum di pengadilan
bersama jaksa dan hakim (officar’s of the court) dimana dalam tugas
pekerjaannya dibawah lindungan hukum dan undang-undang. Jika profesi advokat
telah diatur dengan suatu UU maka agar jelas kiprah dan fungsi serta perannya
ditengah lapisan masyarakatnya khusus pencari keadilan.Advokat perannya
ditengah hukum harus mampu mengoreksi dan mengamati putusan dan tindakan para
praktisi hukum lainnya dan hal ini dibenarkan hukum dan perundang-undangan.
Advokat setiap nafasnya, harus tanggap terhadap tegaknya
hukum dan keadilan ditengah lapisan masyarakat, dengan menghilangkan rasa takut
kepada siapapun dengan tidak membeda-bedakan tempat, etnis, agama, kepercayaan,
miskin atau kaya dan lain-lain.Sebagainya memberi bantuan hukum setiap saat,
demi tegaknya hukum keadilan.Advokat/penasehat hukum mempunyai kewajiban untuk
memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (prodou) bagi orang yang tidak mampu,
baik dalam perkara perdata maupun dalam perkara pidana bagi orang-orang yang
disangka/didakwa berbuat pidana baik pada tingkat penyidikan maupun dimuka
pengadilan yang oleh pengadilan diperkenankan beracara secara cuma-cuma.Dalam
memberikan bantuan secara cuma-Cuma maka dibentuklah Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) untuk golongan miskin dan dapat ditafsirkan sebagai salah satu usaha agar
hukum dapat berperan sebagai pengisi kemajuan pembangunan (dengan sasaran
keadaan yang lebih tertib dan pasti untuk lancarnya usaha pembangunan). Perlu
dikembangkan suatu cara bantuan hukum yang efektif dan melembaga bagi yang
tersangkut perkara, terutama sifat untuk golongan masyarakat yang kurang mampu.
Di
dalam repelita IV, nanti seyogyanya bantuan hukum dengan tegas dinyatakan
sebagai suatu bentuk pelayanan hukum kepada golongan miskin, dan sesuai dengan
peranan yang berubah dari hukum dalam pembangunan nasional ini. Maka program
bantuan hukum diberikan pula suatu kedudukan yang tersendiri sama dengan
program-program lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Lahirnya LBH Di Jakarta
Suatu perwujudan dari proses bantuan hukum adalah suatu
wadah yang terbentuk di Jakarta dan diberi nama Lembaga Bantuan Hukum.
Terbetuknya lembaga tersebut sebenarnya merupakan hasil dari gagasan Adnan
Buyung Nasution, di dalam buku yang dikeluarkan oleh Lembaga Bantuan Hukum
dengan judul “Dua tahun Lembaga Bantuan Hukum” (tahun 1972) tercantum dalam
hal-hal sebagai berikut :
“Setelah bulat pikirannya maka dalam kongres III persatuan
advokat Indonesia (Peradin).Sdr Adnan Buyung Nasution dengan resmi mengajukan
gagasan dalam bentuk kertas kerja untuk mendirikan Lembaga Bantuan Hukum di
seluruh Indonesia, dengan permulaan di Jakarta sebagai pilot project. Maksudnya
jika di Jakarta berhasil, maka lembaga ini akan diperluas keseluruh Indonesia,
terutama tetapi tidak terbatas pada kota-kota yang ada cabang Peradinnya
dan/atau fakultas hukumnya. Gagasan tersebut disetujui secara aklomasi oleh
kongres Peradin tersebut, bahkan memilih dan menunjukkan Sdr. Adnan
Buyung Nasution selaku project officer pembentukan Lembaga Bantuan Hukum
tersebut di Jakarta. Gagasan tersebut sudah resmi dilahirkan dan disponsori oleh
kongres Peradin roda bulan Agustus 1969, Namun Sdr. Adnan Buyung Nasution, S.H.
masih memerlukan waktu setahun untuk meng-approach, mengelolah dari
mempersiapkan segala sesuatunya dengan pihak instansi-instansi yang diperlukan
sipil maupun militer, bagi lahirnya Lembaga Bantuan Hukum tersebut. Dengan
surat keputusan dewan pimpinan pusat Peradin no. 001/kep/DPP/IX/1970 tanggal 26
Oktober 1970. yang ditandatangi oleh advokat Lukman Wirriadinata, S.H. selaku
ketua umum dan advokat S. Tasrif, S.H. selaku sekretaris umum, maka dengan
resmi Lembaga Bantuan Hukum/lembaga pembelaan umum (legal Aid/public refender)
didirikan sebagai pilot project peradin yang berdiri sendiri (otonom) dengan
anggaran dasar, dewan kurater, susunan pengurus maupun tim mintor. Surat
keputusan tersebut mulai berlaku tanggal 28 Oktober 1970
bertepatan dengan hari sumpah pemuda, sehingga dengan demikian sebenarnya
tanggal lahir LBH adalah pada tanggal 28 Oktober 1970.
Maka atas permintaan dewan pimpinan pusat peradin kepada
Gubernur kepada daerah khusus ibu kota Jakarta, di keluarkan surat keputusan
No. 1. b. 3/I/31/70 dari gubernur. Surat keputusan tersebut antara lain
berisikan suatu pengukuhan berdirinya Lembaga Bantuan Hukum diwilayah DKI
Jakarta, yang disertai dengan pemberian subsidi. Pada tanggal 1 April 1971
Lembaga Bantuan Hukum menjadi suatu kenyataan dan mulai bekerja secara efektif.
Maksud didirikannya Lembaga Bantuan Hukum tersebut adalah :
- Memberikan bantuan hukum secara cuma-Cuma kepada masyarakat luas yang tidak mampu
- Menumbuhkan, mengembangkan serta meninggikan kesadaran hukum dari masyarakat umumnya dan khususnya kesadaran akan hak-haknya sebagai subjek hukum
- Memajukan hukum dan pelaksanaan hukum sesuai zaman (modernisasi)
B.
Tujuan
Lembaga Bantuan Hukum
Tujuan yang ingin dicapai oleh Lembaga Bantuan Hukum dapat
dilakukan cara-cara, antara lain, sebagai berikut :
- Menyelenggarakan pemberian bantuan hukum/atau pembelaan umum yang meliputi segala pekerjaan atau jasa advokat terhadap klien-nya di dalam maupun di luar pengadilan
- Mengadakan ceramah, diskusi, penerangan, penerbitan buku dan brosur dan lain sebagainya
- Mengadakan kerjasama dengan lembaga-lembaga/badan-badan/instansi pemerintah
- Menyediakan diri selaku wadah guna latihan praktek hukum bagi para mahasiswa Fakultas Hukum
Atas dasar tujuan-tujuan Lembaga Bantuan Hukum, maka
disusunlah beberapa program di dalam jangka waktu antara tahun 1970 –
1982. Program-program tersebut adalah mengenai pengembangan organisasi
pengembangan HAM (Hak Asasi Manusia) pengembangan gagasan bantuan hukum dan
perluasan bantuan hukum. Menarik untuk diungkapkan, adalah
program-program pengembangan gagasan bantuan hukum tersebut dapat dicatat
hal-hal sebagai berikut. Ada 2 tujuan utama :
- Merumuskan konsep bantuan hukum struktural
- Menyebarkan konsep bantuan struktural keseluruh wilayah Indonesia pengembangan gagasan bantuan hukum ini ada 11 program yaitu :
a)
Penataran mahasiswa hukum se Indonesia, tujuannya yaitu
- Meningkatkan pemahaman mengenai gagasan bantuan hukum
- Meningkatkan pemahaman mengenai masalah-masalah hukum yang dihadapi masyarakat miskin dan lapisan bawah masyarakat yang tersentuh dan dilindungi hukum
- Mendorong mahasiswa hukum untuk menentukan tempat dan peranan mereka ditengah masyarakat Indonesia dalam rangka memajukan bantuan hukum untuk masyarakat miskin dan tata hukum
b)
Penataran pengacara muda se Indonesia, tujuan program ini adalah
- Meningkatkan pemahaman mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan usaha pembaruan hukum dan sosial di Indonesia
- Melibatkan para pengacara muda pada usaha-usaha penegakan HAM dan pengembangan program bantuan hukum di Indonesia
c)
Penataran wartawan hukum se-Indonesia tujuannya yaitu untuk melibatkan wartawan
dalam program bantuan hukum dan HAM melalui profesi mereka
d)
Penataran pengacara praktek se-Indonesia tujuannya untuk :
- Menyempurnakan pengetahuan dikalangan para pengacara praktek mengenai masalah-masalah hukum dan sosial yang dihadapi oleh masyarakat miskin di Indonesia
- Mempertinggi kesadaran dikalangan pengacara praktek mengenai tempat dan peranan mereka dalam mengembangkan program bantuan hukum untuk masyarakat miskin
e)
Penataran hukum untuk para pemimpin informal tujuannya adalah
- Menanamkan kesadaran dikalangan pemimpin informal akan tempat dan peranan mereka di dalam usaha melindungi masyarakat di pedesaan
f)
Lokakarya bantuan hukum se-Indonesia tujuannya
- Menyediakan forum untuk pertukaran pengalaman dalam masalah-masalah yang dihadapi oleh kalangan bantuan hukum
- Memperkokoh komitmen bersama dalam rangka peningkatan bantuan hukum untuk golongan miskin
g)
Pengembangan LBH – LBH daerah tujuannya
Untuk
memperluas dan meningkatkan pelayanan hukum untuk masyarakat miskin se –
Indonesia
h)
Pendidikan magang
i)
Newsletter, penerbitan Newsletter dalam rangka komunikasi LBH dengan masyarakat
luas
j) Penerbitan kepustakaan hukum atas
kasus-kasus yang dianggap menarik dan memberi dorongan bagian usaha pembaharuan
hukum di Indonesia
k)
Penerbitan buku pintar ada 6 yaitu
- Buku pintar untuk mencari keadilan
- Buku pintar untuk buruh
- Buku pintar untuk tahanan
- Buku pintar untuk penyamun
- Buku pintar untuk petani
- Buku pintar untuk bantuan hukum
Mengenai program perluasan bantuan hukum yang dilakukan oleh
Lembaga Bantuan Hukum, perlu dicatat hal-hal sebagai berikut :
“Program ini ada 2 kegiatan penelitian yaitu kegiatan
penelitannya untuk petani dan kegiatan penelitian untuk para buruh
kota.Masing-masing mempunyai tujuan utama diadakan kegiatan tersebut.”
Dimuka telah dijelaskan secara panjang lebar mengenai
Lembaga Bantuan Hukum DKI Jakarta, yang dewasa ini masih berkembang terus dan
pesatnya. Di samping Lembaga Bantuan Hukum DKI Jakarta tersebut tercatat adanya
Lembaga Bantuan Hukum Semarang, Medan, Surakarta, Surabaya, Malang. Di samping
lembaga-Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. Ada pula organisasi yang bermaksud
untuk menghimpun siapa saja yang berminat untuk memberikan pelayanan hukum,
yaitu Pubadhi (pusat bantuan dan pengabdian hukum)
C.
Peranan
dan Fungsi Lembaga Bantuan Hukum dalam Melakukan Advokasi Hukum
Di dalam buku peringatan 2 tahun berdirinya Lembaga Bantuan
Hukum dijelaskan mengenai peranan dan fungsi LBH adalah sebagai berikut :
- Public service. Sehubungan dengan kondisi sosial ekonomis karena sebagian besar dari masyarakat kita tergolong tidak mampu atau kurang mampu untuk menggunakan dan membayar jasa advokat, maka Lembaga Bantuan Hukum memberikan jasa-jasanya dengan cuma-cuma
- Social education. Sehubungan dengan kondisi social cultural, dimana lembaga dengan suatu perencanaan yang matang dan sistematis serta metode kerja yang praktis harus memberikan penerangan-penerangan dan petunjuk-petunjuk untuk mendidik masyarakat agar lebih sadar dan mengerti hak-hak dan kewajiban-kewajibannya menurut hukum.
- Perbaikan tertib hokum. Sehubungan dengan kondisi social politic, dimana peranan lembaga tidak hanya terbatas pada perbaikan-perbaikan di bidang peradilan pada umumnya pada profesi pembelaan khususnya, akan tetapi juga dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan Ambudsman selaku partisipasi masyarakat dalam bentuk kontrol dengan kritik-kritik dan saran-saran nya untuk memperbaiki kepincangan-kepincangan/mengoreksi tindakan-tindakan penguasa yang merugikan masyarakat
- Pembaharuan hokum. Dari pengalaman-pengalaman praktis dalam melaksanakan fungsinya lembaga menemukan banyak sekali peraturan-peraturan hukum yang sudah usang tidak memenuhi kebutuhan baru, bahkan kadang-kadang bertentangan atau menghambat perkembangan keadaan. Lembaga dapat mempelopori usul-usul perubahan undang-undang
- Pembukaan lapangan (labour market). Berdasarkan kenyataan bahwa dewasa ini tidak terdapat banyak pengangguran sarjana-sarjana hukum yang tidak atau belum dimanfaatkan atau dikerahkan pada pekerjaan-pekerjaan yang relevan dengan bidangnya dalam rangka pembangunan nasional. Lembaga Bantuan Hukum jika saja dapat didirikan di seluruh Indonesia misalnya satu kantor Lembaga Bantuan Hukum, di setiap ibu kota kabupaten, maka banyak sekali tenaga sarjana-sarjana hukum dapat ditampung dan di manfaatkan
- Practical training. Fungsi terakhir yang tidak kurang pentingnya bahkan diperlukan oleh lembaga dalam mendekatkan dirinya dan menjaga hubungan baik dengan sentrum-sentrum ilmu pengetahuan adalah kerja sama antara lembaga dan fakultas-fakultas hukum setempat. Kerja sama ini dapat memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak. Bagi fakultas-fakultas hukum lembaga dapat dijadikan tempat lahan praktek bagi para mahasiswa-mahasiswa hukum dalam rangka mempersiapkan dirinya menjadi sarjana hukum dimana para mahasiswa dapat menguji teori-teori yang dipelajari dengan kenyataan-kenyataan dan kebutuhan-kebutuhan dalam praktek dan dengan demikian sekaligus mendapatkan pengalaman
D.
Peraturan
Tentang Bantuan Hukum Terutama oleh Pokrol
Sebelum undang-undang bantuan hukum terbentuk taraf revolusi
sekarang ini perlu diadakan penelitian dalam pemberian bantuan hukum terutama
oleh pokrol (peraturan menteri kehakiman No. I tahun 1965 tentang pokrol
Pokrol adalah mereka yang memberi bantuan hukum sebagai mata
pencaharian tanpa pengangkatan oleh menteri kehakiman dimana pokrol
berkewajiban menegakkan hukum dengan jalan memberi nasehat, mewakili dan
membantu seseorang, sesuatu badan atau sesuatu pihak di luar maupun di dalam
pengadilan berdasarkan kesadaran bahwa hukum adalah alat revolusi, hukum
berdasarkan Pancasila dan berhaluan manispol usdek, hukum berfungsi pengayoman,
hukum bertujuan mencapai dan meneggakkan masyarakat sosiolis Indonesia yang
adil dan makmur, dan setiap orang mempunyai hak untuk memperoleh bantuan hukum
dan wajib diberi perlindungan yang wajar. Suatu organisasi massa yang menjadi
anggota front nasional atau suatu partai politik dapat menunjuk seorang
anggotanya yang bukan pokrol untuk memberikan bantuan hukum untuk
suatu perkara tertentu di dalam pengadilan terhadap anggota lain yang terlibat
dalam perkara perdata maupun pidana.
Sebagaimana
dalam pasal 6 bahwa
- Orang bukan pokrol akan memberi bantuan hukum di dalam suatu pengadilan hanya untuk satu perkara tertentu, harus mendaftarkan diri pada kepaniteraan pengadilan tersebut
- Panitera pengadilan memberi surat keterangan bantuan hukum untuk perkara yang bersangkutan dan mencatatnya dalam buku daftar bantuan hukum ketua sedang pengadilan, meneliti bahwa setiap orang yang akan memberi bantuan hukum menunjukkan surat pendaftaran pokrol/surat keterangan bantuan hukum dan menolak mereka yang tidak terdapat menunjuukkan untuk memberi bantuan hukum
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Profesi advokat lahir dari masyarakat untuk masyarakat yang
didorong oleh hati nuraninya untuk menegakkan hukum dan keadilan.Advokat harus
tanggap terhadap tegaknya hukum dan keadilan di tengah lapisan
masyarakat.Advokat dalam membela kliennya tidak membeda-bedakan antar orang
yang satu dengan yang lainnya.Tanpa melihat tempat, etnis agama, kepercayaan,
miskin atau kaya, dan lain-lain sebagainya memberi bantuan hukum setiap
saat.Bantuan hukum dapat diberikan cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu
sehingga dibentuklah lembaga bantuan hukum untuk golongan orang miskin.
Lahirnya suatu lembaga bantuan hukum dalam melakukan advokasi hukum maka dapat
menumbuhkan, mengembangkan serta meninggikan kesadaran hukum dari masyarakat
umumnya dan khususnya kesadaran akan hak-haknya sebagai subjek hukum. Dengan
didirikannya LBH maka dapat memajukan hukum dan pelaksanaan hukum sesuai dengan
perkembangan zaman.
Adapun peranan/fungsi LBH dalam melakukan advokasi hukum
yaitu dapat kita ketahui bahwa sebagian besar masyarakat kita tergolong tidak
mampu untuk menggunakan dan membayar jasa advokat, maka lembaga bantuan hukum
memberikan jasa-jasanya secara cuma-cuma bagi orang yang membutuhkan khususnya
bagi orang miskin.
B.
Saran
Bantuan hukum secara cuma-cuma kepada orang miskin perlu
dikembangkan agar dapat meringankan beban orang miskin.Yang dapat membangun
kemajuan pembangunan yang tertib dan aman.Bantuan hukum perlu dikembangkan
secara efektif dan melembaga bagi orang yang tidak mampu.
DAFTAR PUSTAKA
Hasil-hasil
lokakarya pengkajian kebijakan dan
strategi pembangunan dalam pelita III tentang pemerataan keadilan: 1983.
Rambe,
Ropalin. Teknik Praktek Advokat. PT. Grasindo, Jakarta, 2001/
Soekanto,
Soerjono. Bantuan Hukum suatu Tinjauan Yuridis.Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1983.
Undang-undang RI No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Karina Surabaya, 2003.